Acara yang juga dihadiri oleh Sestama dan Kapusdatin BNPB ini, membicarakan tentang perkembangan dan kondisi yang sebenarnya di lokasi bencana. Pertemuan yang dilaksanakan di Kantor Bupati Gresik ini menghadirkan juga pemangku kepentingan di 3 (tiga) wilayah yang berdampak banjir Bengawan Solo. Undangan yang hadir dari Unsur Kabupaten Gresik, Kab. Lamongan, Kab. Tuban dan Kabupaten Bojonegoro , masing masing Kabupaten beserta dinas/instansi/lembaga terkait. Dari Unsur Provinsi Asisten Kesmas mewakili Gubenur Jawa Timur, Kalaksa BPBD Provinsi Jatim, PU Pengairan, Bina Marga, Cipta Karya, Dinkes, Dinsos dan BBWS Bengawan solo.
Kabupaten Gresik saat ini memang sedang melaksanakan program pengurangan resiko bencana yang dilakukan dengan mengerahakan seluruh SKPD yang ada untuk dapat turun langsung dalam menangani potensi bencana yang ada. “Kami sedang mempersiapkan rencana aksi yang akan menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk mengambil tindakan saat terjadi bencana.” Tegas Bupati Gresik saat menyampaikan paparan.
Tidak berbeda dengan Bupati Gresik, Sunyoto selaku Bupati Bojonegoro juga memberikan paparan tentang kondisi wilayahnya yang menjadi langganan banjir Sungai Bengawan Solo. Dipaparkan dengan tegas, bahwa kondisi Bengawan Solo di Bojonegoro kini menjadi perhatian khusus. Sehingga untuk mengurangi korban perlu ada kajian khusus tentang perubahan pergeseran kebiasaan warga.
Terdata korban jiwa akibat luapan Sungai Bengawan Solo adalah warga yang tidak bisa berenang. “Oleh karena itu dalam rangka mengurangi dampak bencana pemerintah Kab. Bojonegoro melalui Dinas Pendidikan mewajibkan para siswa untuk bisa berenang.” Tegas Sunyoto sembari disambut riuh para hadirin yang hadir dan mencairkan suasana rapat.
Paparan lain juga disampaikan oleh Kepala BPBD Kab. Tuban dan Lamongan. Kondisi yang serupa juga dialami 2 (dua) wilayah berdampak meluapnya air sungai Bengawan Solo. Masing-masing wilayah memiliki strategi sendiri dalam menanggulangi bencana yang setiap tahun menyapa warga saat musim penghujan tiba.
Masyarakat di wilayah aliran sungai Bengawan Solo pada dasarnya paham akan ancaman yang muncul. Namun, alternatif relokasi yang ditawarkan oleh pemerintah daerah nampaknya bukan pilihan baik untuk mereka. Terpantau beberapa wilayah di kab. Lamongan yang berdampak berada di dalam tanggul sungai yang jelas membahayakan mereka saat terjadi luapan sungai.
Bukan hanya itu, keterbatasan sarana prasarana serta SDM yang ada mengakibatkan penangganan bencana terasa berat bagi pemerintah daerah. Oleh karenanya, bantuan kepada pusat tentang sarana prasarana dan peningkatan kemampuan SDM yang berada di daerah sangat diharapkan. Demikian juga tentang konsep-konsep penanggulangan bencana seperti pembenahan invrastruktur dan beberapa program yang dapat menekan jumlah korban terdampak bencana.
Menanggapi paparan yang di berikan dari 4 (empat) wilayah yang berdampak luapan sungai Bengawan Solo, Syamsul Ma’arif selaku Kepala Badan penanggulangan bencana Nasional menegaskan bahwa bencana di Indonesia merupakan tanggung jawab dari Pemerintah. “Karena sekarang otonomi daerah maka pemerintah dibagi menjadi 3, yakni Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten.”
Selain mendengarkan pemaparan dari pemangku kepentingan setempat, Kepala BNPB menyempatkan melakukan tinjauan lapangan di beberapa wilayah yang mengalami dampak dari luapan Bengawan Solo. Rombongan bergeser dan melakukan perjalanan dari Gresik dilanjutkan menuju Bojonegoro kec. Balen. Tidak lupa BNPB memberikan bantuan berupa alat komunikasi berupa Handy Talky kepada seluruh wilayah yang berdampak, serta Dana Siap Pakai (DSP) untuk Kab. Bojonegoro dan Sampang.